Disaksikan Bupati Pelalawan, Apkasindo Jalin Kerjasama Dengan ITS Tingkatkan Hilirisasi Produl Sawit

MoU ITS dengan Apkasindo, pada, Kamis, (2 Juni 2022)
BUKAMATA.CO, SURABAYA - Bupati Kabupaten Pelalawan, Haji Zukri Misran mendorong Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) untuk meningkatkan toknologi dalam pengelolaan buah kepala sawit. Salah satiunya melakukan kerjasama dengan kampus ternama di Pulau Jawa, yakni Institute Teknologi Surabaya (ITS).
Menurut Gulat ME Manurung, CIMA, Ketua Umum DPP Apkasindo, langkah ini belajar dari persoalan minyak goreng sawit (MGS), sehingga jadi pijakan Apkasindo untuk naik kelas dari petani TBS (Tandah Buah Segar) sawit menjadi petani penghasil CPO (Minyak Sawit Mentah).
“Dilarangnya ekspor CPO pada bulan lalu membuat petani sadar dari keterlenaan, tidak cukup bermain di hulu. Kami harus masuk ke hilir,” ujar Dr. Gulat ME Manurung, saat memberikan sambutan secara virtual dalam MoU ITS dengan organisasi petani tersebut, pada, Kamis, (2 Juni 2022).
Dijelaskan Gulat kerjasama dengan ITS ini sangatlah penting untuk membantu petani sawit sebagai bagian persiapan “hijrah” ke sektor pengolahan CPO dan produk hilir seperti minyak goreng.”Harapan kami, ITS memberikan teknologi kekinian agar mendapatkan efisiensi tinggi dalam pengolahan CPO,” urainya.
Apalagi ITS terkenal dengan keteknikan dibidang perkapalan tentu ada hubungannya dengan sawit petani. Seperti misalnya rencana APKASINDO membangun tangki timbun CPO di beberapa pelabuhan CPO internasional. Keinginan tersebut bukan karena kondisi turbulensi harga TBS hari ini, Rp.1.600/kg, ini sudah makin tidak tentu arah dan lucu disaat harga CPO dunia sudah mencapai Rp.23 ribu/kg, yang seharusnya harga TBS petani diangka Rp.5.500/kg.
"Kondisi saat ini bukan hanya merepotkan kami petani, tapi dunia kehilangan sumber pangan terkhusus energi dan kami ingin ada disana membantunya " kata dia.
Dalam upaya mendongkrak petani naik kelas, APKASINDO telah mengajukan dukungan pembiayaan pembangunan 10 unit pabrik sawit melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
Gulat mengatakan dari 10 unit pabrik sawit yang diajukan, telah disetujui 3 unit. Kebutuhan dana pembangunan pabrik sawit sebesar 100 miliar rupiah. Duit sebesar ini tidaklah besar karena menurut catatan kami, petani telah menyumbang Rp 507/kg TBS kami tahun lalu terkumpul Rp 71 Triliun (PE USD 175) dan tahun ini dengan naiknya pungutan ekspor menjadi USD 375/ton CPO, tentu akan tembus 100 Triliun.
“Kami akan sangat fokus memanfaatkan dana tersebut untuk menuju hilirisasi TBS Petani, kami akan pastikan itu karena roh dari berdiirinya BPDPKS adalah salah satu utamanya disitu. Selama ini dana itu hanya lebih “disibukkan” menyumbang untuk B30 dan Subsidi MGS Curah,” jelas Gulat.
“Mohon tunjuk ajar dari ITS supaya petani diberikan pengetahuan dan teknologi tepat guna yang efisien bagi pengolahan sawit. Selain dari BPDPKS, petani juga mengalokasikan dana bagi riset aplikatif. Namun, besaran dana ini juga terbatas. Itu sebabnya, dukungan BPDPKS sangat diharapkan sebagai pengelola dana pungutan ekspor,” tambah Gulat. Sampai saat ini kami melihat, Perguruan Tinggi lebih tulus memikirkan kami petani sawit dan kami akan lebih mendorong itu melalui dana kami di BPDPKS.
Direktur Kerjasama dan Pengelolaan Usaha (DKPU) ITS Tri Joko Wahyu Adi ST MT PhD mewakili Wakil Rektor IV ITS Bambang Pramujati ST MSc Eng PhD, menyambut baik kerjasama MoU dengan APKASINDO dalam upaya membantu petani menuju hilirisasi sawit.
“Di ITS, kami punya 10 riset salah satunya berkaitan agri pangan yang dapat mendukung implementasi kerjasama ini,” jelasnya.
Dalam penandatanganan ini, Bupati Pelalawan, H. Zukri Misran, turut hadir untuk mendukung kerjasama kedua lembaga ini. Menurutnya, pembangunan usaha hilir kelapa sawit di daerahnya telah tercantum dalam visi misinya. Disinilah, ia menginginkan adanya nilai tambah kelapa sawit di Pelalawan.
“Tujuan kami memang ke situ (hilir) karena bicara jangka panjang seharusnya ada di hilir bukan di hulu. Kami dukung niatan APKASINDO supaya petani tidak hanya menguasai upstream (hulu) melainkan juga harus ke downstream (hilir),” tambahnya.
Saat ini, perkebunan sawit di Pelalawan sekitar 600 ribu ha. Dari jumlah tersebut, sekitar 400 ribu a dikelola petani. Zukri mengakui pertumbuhan ekonomi daerahnya ditopang oleh sawit. Itu sebabnya, sewaktu Presiden Joko Widodo menutup kran ekspor CPO dan minyak goreng memberikan dampak besar kepada petani.
“Kalau APKASINDO berjuang dengan demo ke Jakarta. Saya ikut mendukung dengan menyurati Bapak Presiden Joko Widodo untuk melaporkan petani tidak dapat menjual buah sawitnya akibat larangan ekspor,” papar Politisi PDIP ini.
Zukri menegaskan jajaran pemerintahnya akan mendukung realisasi dari MoU APKASINDO dan ITS antara lain dukungan kebijakan.”Harapan kami begitu kembali ke Pelalawan, ada yang dapat langsung dikerjakan. APKASINDO melakukan apa, lalu ITS menjalankan apa. Terkait lahan, Pemkab Pelalawan siap fasilitasinya,” kata Zukri.
MoU ini juga dihadiri Rino Afrino (Sekjen DPP APKASINDO), Suhendrik (Wasekjen DPP APKASINDO), Budi Surlani (Kepala DPMPTSP Pelalawan), Eko Novitra (Kepala Dinas Lingkungan Hidup Pelalawan), Devitson Saharuddi (Kepala BPKAD Kab. Pelalawan).
Di akhir acara, Rino Afrino memperkuat dukungan bagi implementasi MoU APKASINDO dan ITS bahwa penopang prkbunan sawit adalah harga. Walaupun telah melakukan Good Agricultural Practices seperti menggunakan bibit unggul jika harga kurang bagus tidak menjadi daya saing.
“Hari ini, harga internasional sekitar 1700 dolar per ton. Jika harga TBS sawit tidak dipotong bea keluar dan pungutan ekspor seharusnya petani menikmati 5000 rupiah per kilogram. Namun karena dipotong bea keluar dan pungutan ekspor maka harga yang diperoleh petani sebesar 3500 rupiah kilogram,” ujarnya.
Ia juga mengatakan petani tidak punya kekuatan seperti korporasi besar. Di kuartal pertama, perusahaan sawit dapat memberikan dividen dan cetak laba tinggi karena didukung fasilitas penyimpanan CPO. Lain halnya dengan petani yang harus berdarah-darah karena harus menerima besaran beli TBS sawit sesuai keputusan pabrik.
“Petani harus menjual buah sawitnya maksimal dua hari kepada pabrik, berapapun harga mereka tetapkan. Ini disebabkan, petani tidak punya fasilitas tanki penyimpanan. Beda cerita kalau ada, makanya kami usulkan supaya petani juga punya fasilitas penyimpanan CPO skala besar bekerjasama dengan daerah seperti Pelalawan,” pungkasnya.
Komentar Via Facebook :