Rugikan Perekonomian Negara Rp 10 Triliun Lebih, Perkebunan Sawit PT CA Diusut Jaksa

BUKAMATA.CO, JAKARTA - PT CA ditingkatkan ke tahap penyidikan dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi kegiatan usaha perkebunan kelapa sawit di atas tanah negara. PT. CA ini beroperasi di Kecamatan Babahrot, Kabupaten Aceh Barat Daya, Provinsi Nangroe Aceh Darusalam (NAD).
Sebelumnya Tim Jaksa Penyelidik melakukan penyelidikan, setelah itu perkara ini resmi ditingkatkan ke tahap penyidikan. Ditingkatkan perkara ini ke penyidikan pada Kamis, 11, Mei, 2023 bertempat di Kantor Kejaksaan Tinggi Aceh.
Diterangkan Dr Ketut Sumedana, Kapuspen Kejagung RI modus operandi dalam perkara yang dilakukan PT CA ini dua dugaan.
Pertama dalam melakukan usaha perkebunan kelapa sawit untuk lahan seluas 7.516 HA, PT. CA sebagai pemilik Hak Guna Usaha (HGU) Nomor 01 Tahun 1990 tidak melaksanakan kewajibannya untuk menjaga kelestarian lingkungan sumber daya alam (SDA) dan tidak melaksanakan kewajiban membangun kebun plasma seluas 20 persen hingga persen, sehingga menimbulkan kerugian perekonomian negara sebesar Rp10.172.592.653.000.
"PT. CA mencari keuntungan pengelolaan dan hasil penjualan TBS kelapa sawit secara tanpa izin di atas tanah negara seluas 4.847,18 HA yang hanya didasarkan pada rekomendasi Panitia B dan Plt. Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam, sehingga PT. CA leluasa untuk melakukan pengelolaan. Akibat dari perbuatan tersebut, mengakibatkan kerugian negara sekitar Rp184.000.000.000 (berdasarkan hasil penghitungan sementara) " beber Ketut dalam keterangan pers yang diterima bukamata.co.
Hal itu kata Ketut terungkap hasil penyelidikan dengan melakukan permintaan keterangan terhadap 32 orang dari pihak Pemerintah Kabupaten Aceh Barat Daya.
Diantaranya Kepala Desa/ Mantan Kepala Desa, Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten Aceh Barat Daya (DPRK Abdya), Kantor Wilayah (Kanwil) Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Aceh.
"Dan pihak perusahaan yang mengetahui permasalahan tersebut, ahli kehutanan dari Institut Pertanian Bogor (IPB), ahli lingkungan dari IPB, dan ahli hukum agraria dari Universitas Airlangga, serta beberapa dokumen " tutup Ketut.
Komentar Via Facebook :