Pelayan Gereja Dituntut 3 Tahun Bui Gegara Anjing, Warga Batak Kristen Pekanbaru Kecam Polisi dan Jaksa 

Pelayan Gereja Dituntut 3 Tahun Bui Gegara Anjing, Warga Batak Kristen Pekanbaru Kecam Polisi dan Jaksa 

George Jintar Simamora, Pelayan Gereja yang dituduh penadah anjing dari pemburu anjing liar

BUKAMATA.CO, PEKANBARU - George Jintar Simamora, 47 Tahun, seorang pelayan gereja atau biasa disebut Sintua dan juga berprofesi sebagai supir pengantar jenazah dituntut jaksa 3 tahun kurungan. Dalam persidangan dia dituduh penadah gegara membeli anjing dari pemburu anjing liar.

George ini warga Jalan Darma Bakti Ujung Kelurahan Labuhbaru Barat Kecamatan Payung Sekaki, Kota Pekanbaru, Riau.

Atas kejadian tersebut, komunitas suku Batak dan pemuda Kristen di Kota Pekanbaru, Riau mengecam aparat hukum dari penyidik Kepolisian Sektor Payung Sekaki dan Kejaksaan Negeri (Kejari) Pekanbaru.

Pasalnya jeratan hukum kepada seorang supir Pengantar jenazah, yang juga Sintua Pelayan Gereja, George Jintar Simamora itu dinilai tidak adil. Seekor anjing dari pemburu anjing liar itu untuk dikonsumsi keluarganya, bukan untuk diperjualbelikan kembali.

George dijerat Pasal 480 Ayat (1) KUHPidana, dia dituduh sebagai penadah anjing hasil curian dari dua orang pemburu. Pemburunya bernama Arpan Irwan Siagian dan Firman. Mereka berdua sudah ditangkap oleh Polsek Payung Sekaki Resor Pekanbaru atas laporan warga Jalan Angkasa Kelurahan Air Hitam, Kecamatan Payung Sekaki, bernama Merry Gho yang mengklaim sebagai Pemilik Anjing.

Pencurian tersebut dilaporkan terjadi pada 22 November 2022 malam silam. Berkas Perkara George terpisah dari berkas kedua Pemburu Anjing liar tersebut.

Dalam dakwaan JPU Kejari Pekanbaru Wirman Jhoni Laflie SH MH terhadap George di persidangan, Kejaksaan sendiri mengakui bahwa pekerjaan Arpan Irwan Siagian dan Firman adalah pemburu anjing liar untuk dijual.

Dan dalam dakwaan, posisi anjing yang katanya milik Merry Gho saat mereka jerat itu tidak berada di area dalam rumah, melainkan di Jalan.

"Posisi anjing saat ditangkap kedua orang tersebut berada di luar rumah tanpa ada barang dirusak, melewati pagar atau kekerasan terhadap barang atau manusia. Kalau perbuatan keduanya itu dianggap sebagai pencurian karena si pemilik memiliki kwitansi pembelian anjing dari Toko Equator Pet House, lantas kenapa anjing peliharaan itu diluar rumah?," tegas Koordinator Advokasi DPC Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia (GAMKI) Kota Pekanbaru, Nardo Pasaribu SH bersama Ketua DPD GAMKI Riau Roi Manurung dan Ketua Harian Pemuda Batak Bersatu (PBB) Kecamatan Payung Sekaki, Karson Purba, Rabu (31/05/2023) malam.

Nardo mengaku heran kenapa Jaksa menerapkan pasal 363 ayat (1) KUHPidana dan 480 KUHPidana yang ancaman hukumannya lebih berat tanpa melirik pasal yang lebih ringan ancaman hukumannya seperti Pasal 302 KUHPidana atau 406 KUHPidana dan produk hukum lainnya.

"Dan yang paling kami kecam, kenapa si pembeli anjing liar untuk tujuan konsumsi itu juga ditangkap juga sebagai penadah bahkan dituntut 3 tahun penjara oleh Jaksa seperti pengedar narkoba atau koruptor?. Kami sudah pelajari dan mencari tahu apa sebenarnya misi dibalik ini," kata Nardo.

Nardo menjelaskan, pihaknya mencurigai penerapan pasal 363 KUHPidana dan 480 KUHPidana ini terang benderang mengakomodir pembalasan sakit hati saksi korban.

"Dari postingan saksi korban di Medsos dan di berita media online, dari awal saksi korban ini sudah menggiring sebuah produk hukum baru lahir yang berdasarkan pikiran dan persepsinya dan terbukti dengan tuntutan Jaksa 3 tahun terhadap George berjalan mulus," papar Nardo.

Diungkapkannya, banyak kejadian warga suku Batak pelihara anjing di lingkungan rumahnya. "Namun ketika malam anjing itu berkeliaran lalu dijerat para pemburu, apakah ada melapor ke Polisi? " tanya dia.

Terlepas apakah Anjing itu pakai kwitansi atau tidak, yang pasti ketika anjingnya dijerat diluar rumah, maka pemiliknya hanya bisa pasrah karena kelalaian sendiri.

"Kalau semua orang yang kehilangan anjingnya saat keliaran malam dan melapor bawa kwitansi atau saksi yang membuktikan dia pemilik anjing dan laporannya diproses polisi, dianggap apa kantor polisi itu? Atau, seandainya anjing itu mati ditabrak dijalan, lalu berdasarkan nomor polisi terlihat di CCTV dilaporkan pengendara lalu ditangkap karena alasan binatang kesayangan yang dianggapnya seperti keluarganya. Masak kelalaiannya dalam memelihara Anjing tak disadari penyidik?," ujarnya lagi.

Menurutnya, saksi korban jelas lalai dan terbukti bahwa anjing itu dijerat di jalan yang bukan teritorial rumah saksi korban.

Kemudian, berdasarkan keterangan saksi korban di media bahwa dia marah kenapa anjing ras dimakan, menjadi kesimpulan pihak Nardo bahwa saksi korban memiliki pikiran dan ketidaksenangan dengan selera makan orang-orang tertentu.

"Lantas apakah persepsi atau ketidaksenangan pikirannya atas selera makan itu harus diakomodir oleh penegak hukum dijadikan produk hukum dengan menjerat dan menghukum orang yang makan anjing itu dengan 3 tahun penjara?. Hukum kok seakan dipakai membalas sakit hati atas matinya hewan kesayangan?. Jangan ada By Order atau By Design," sebutnya lagi.

Diungkapkan Nardo, George adalah seorang Sintua (Penatua) Pelayan Gereja HKBP di Pekanbaru. George hanya membeli Anjing dari Pemburu Anjing liar untuk dikonsumsi keluarganya.

"Bagi kami sebagian warga Batak Kristen, meyakini bahwa daging anjing ini memperkuat imun terutama membantu pemulihan penyakit DBD (Demam Berdarah, red) karena dipercaya bisa menaikkan trombosit. Kami melihat, Penyidik atau Jaksa sengaja mengejar Sintua George karena memakan Anjing itu. Ini sesuai keinginan hukum atau sesuai keinginan korban," sambung Nardo.

Biasanya, kata Nardo, para Pemburu Anjing liar ini menawarkan Anjing hasil tangkapannya ke pelanggan yang biasa konsumsi daging Anjing.

"Hukum itu sama di seluruh tanah air. Karena di Pekanbaru pasti tidak mungkin karena menghormati tempatan. Lihat di Manado dan di daerah lain, anjing disajikan di pasar. Apakah Anjing dipasar itu diternak? Tentu Anjing liar yang dijerat. Dan apakah pembeli di pasar itu disebut penadah. Nah, Anjing milik saksi korban ini dijerat di jalan bukan di dalam teritorial rumahnya yang jelas ada aturan pasal 551 KUHPidana," sebutnya.

"Nah, karena kita di Pekanbaru, sudah biasa ada datang menawarkan Anjing atau daging Babi. Mana pernah ditanya-tanya Anjing darimana? Karena pasti anjing yang berkeliaran. Kalau itu Anjing yang diikat dicuri dari areal rumah, tentu resiko Pemburu Anjing dikeroyok. Ini Jaksa sudah keterlaluan menuntut pak George pasal 480 dengan 3 tahun. Tuntutan ini tak sesuai fakta dan kemanfaatan hukum, tapi sesuai persepsi dan pikiran saksi korban yang disodorkan kepada aparat," ketusnya.

Dikatakannya lagi, niat jahat George Simamora ini sebagai penadah ini tak bisa dibuktikan karena niatnya membeli hanya untuk makan. Kejadian ini pastinya akan berdampak di kemudian hari.

"Misalnya, ada kawan datang jual ayam. Lalu kita beli dan kita makan. Lalu kita anggap itu ayam curian, apakah si pembeli dan makan ayam itu disebut penadah? Dia beli Rp140 ribu dari Pemburu Anjing Liar, untuk dikonsumsi keluarganya, bukan dijual lagi atau diperdagangkan. Besok-besok, semua warga Batak Kristen yang mau makan daging anjing khususnya warung makanan khas tradisional, bisa dipidana sebagai penadah jika ditawari beli Anjing," kesalnya.

Fakta persidangan selanjutnya, kedua Pemburu Anjing liar itu usai menjual, uangnya langsung digunakan untuk makan.

"Fakta sidang, setelah mereka menjual Anjing ke Sintua George senilai Rp140 Ribu, Arpan Irwan Siagian dan Firman langsung menggunakan uang itu untuk makan di Cikapundung. Namanya Profesi, bisa saja apes. Dan herannya, Penyidik dan Jaksa menaikkan status perkara Sintua George padahal dia hanya beli dan makan itu Anjing. Apa ada hukum positif melarang makan anjing? Yang dilarang itu menyiksa hewan. Kalau pun dia dianggap menadah barang hasil kejahatan, tolong dijelaskan dimana niat jahat dia saat membeli itu? Apa ada harga standar Anjing sehingga George dianggap membeli dengan harga murah yang patut diduga hasil kejahatan? Mana lah dia tau Anjing itu punya KTP atau KTP sehingga dikatakan milik orang," urai Nardo.

Sementara itu, Ketua DPD GAMKI Riau Roi Manurung mengatakan kejadian ini menjadi bahan konsolidasi.

"Besok (hari ini) kita memperingati Hari Lahir Pancasila 1 Juni. Ternyata sikap Pancasilais kita diusik. Kami kaget mendengar masalah ini dari kawan-kawan PBB (Pemuda Batak Bersatu) Payung Sekaki. Masalah mencuat ini, bukan isu SARA. Tapi justru penerapan hukum lah yang mengarah menyinggung Isu SARA. Dimana kebiasaan selera makan sebagian orang dari Suku dan Agama tertentu diusik dan malah dilanggengkan terancam oleh aparatur negara," ungkap Roi.

Peristiwa ini, menurutnya, sudah dimanfaatkan untuk memaksakan pikiran ketidaksukaan atau kebencian atas selera makan orang tertentu akan menjadi produk hukum melalui aparatur hukum. Hukum itu berlaku seluruh Indonesia, bukan hanya di Pekanbaru. Harusnya, aparat hati-hati menerapkan hukum.

"Bakal banyak orang ditangkapi besok kalau begini. Pimpinan Kepolisian dan Kejaksaan sudah berhasil dibobol oleh seseorang yang memaksakan pikirannya menjadi produk hukum. Segera kami konsolidasi dan untuk saat ini kita desak Jaksa Agung dan Komisi Kejaksaan segera mencopot Kajari Pekanbaru, Kasi Pidum Kejari Pekanbaru dan JPU atas tuntutan tak manusiawi kepada Hamba Tuhan seperti George ini," kata Roi.

Ditempat yang sama, Ketua Harian Pemuda Batak Bersatu (PBB) Kecamatan Payung Sekaki Karson Malau mengaku sebelum sidang pihaknya sudah menemui Merry dan pertemuan itu disaksikan oleh Babinkamtibmas Air Hitam.

"Saat pertemuan Cece Merry (Panggilan Kakak bagi Etnis Thionghoa, red) itu menyatakan bahwa Anjing tersebut seolah sudah menjadi keluarganya menjadi anaknya sehingga dia tidak terima dan menyatakan, 'Bagaimana kalau anak bapak dibunuh?! Begitu lah perasaan saya, Pak!', itu katanya. Jadi jelas sudah. Kami tidak terima, kami duga tuntutan 3 tahun itu atas kehendaknya. Saya sudah bicarakan dan akan menyampaikan ini dengan Forum RT dan RW. Lebih sayang dia kepada Anjingnya daripada George yang seorang Kepala Keluarga, Pelayan Gereja dan Pekerja di Lembaga sosial. Berhasil dia memanfaatkan kasus ini karena dia benci dengan orang yang selera makannya berbeda. Di Media dia selalu bilang, penadah harus dihukum lebih berat karena kalau tidak ada penadah yang makan tidak mungkin ada tukang seket (Pemburu Anjing Liar, red)," kata Karson.

Keluarga George sendiri mengaku kecewa dengan penegakan hukum.

"Abang cerita ke saya terjadi aksi tidak mengenakkan yang dialaminya saat dia dipanggil ke Kantor Polsek yang dilakukan oleh saksi korban Merry yang justru dilakukan dihadapan aparat. Dan kalau abang saya dibilang penampung, silahkan ditanya ke penyidik yang datang pertama kali ke rumah abang saya apakah ada anjing-anjing lain dikandangkan di rumahnya?," kata Adik Kandung George, Marlen Simamora.

Marlen menceritakan menurut keterangan George kepadanya, bahwa Arpan Siagian mengenal abangnya dan memang pernah menjual Anjing hasil buruan ke abangnya. 
Malam itu Arpan dan Firman datang menemui George menawarkan anjingnya.

"Bang, beli lah anjing kami. Belum makan kami bang?," kata Arpan seperti ditirukan George kepada Adiknya.

"Kok ringan kali anjingmu?," tanya George. "Anjing kecil bang," jawab Arpan. Lalu George membeli dengan harga Rp140 Ribu.

George saat ini ditahan dan nasib anak dan istrinya sangat miris. Anak pertamanya sedang kuliah, anak kedua dan ketiga sedang duduk di bangku SMA dan anak seorang lagi balita.

"Sedih kali saya ditanya anak bungsunya. 'Bapak kemana, Uda (Panggilan Bapa Uda/Adik Bapak)?'. Terpaksa kujawab, 'Bapak lagi Amen..Amen.. (Ibadah di Gereja). Orang kenal abang saya ini Sintua HKBP soalnya. Miris, anak dan istri terlantar dihukum hanya gara-gara beli Anjing untuk makan sekeluarga," keluh Marlen.

Komentar Via Facebook :

Berita Terkait